ETNIS THIONGHOA di INDONESIA
Indonesia adalah negara yang terdiri dari ribuan pulau. Selain itu Indonesia merupakan Negara multi etnis dan multi agama. Dinegara ini banyak sekali etnis yang menggunakan sekitar 250 sampai 300 dialek1. Disuatu sisi kanekaragaman suku, ras,agama dan budayayang ada dinegari ini merupakan suatu kekayaan tetapi disisi lain hal ini menadi kelemahan kita. Sering kali kita mendengar adaaanya konflik-konflik yang disebabkan perbedaaan ras, suku dan agama. Kerusuhan Mei 2007 itu adalah salah satu contohnya.
Peristiwa ini merupakan salah satu perwuudan dari kecemburuan social yang pada dimasyarakat kita. Orang-orang pribumi merasairi dngan kondisi etnis Tionghoa yang cendrung lebih sejahtera. Peristiwa ini secara tidak langsung telah menempatkan etnis Tionghoa pada posisi yang terpojok. Ditengah berlangsungnya peristiwa tersebut muncul pertanyaan apakah etnis Tionghoa itu bagian dari bangsa Indonesia? Dari pertanyaan itu bias mengetahui bahwa rakyat Indonesia belum bias mengakui dan menerima etnis Tionhoa sebagai baian dari Indonesia. Sebenarnya siapaka etnis Tionghoa itu? Marila kita bahas dalam masala ini.
ASAL MULA ETNIS THIONGHOA DI INDONESIA
Semua orang Tionghoa yang ada di Indonesia mrupakan imigran kelirn Tiongkok atau keturunan dari imigran tersebut. Imigrasi orang Tionghoa dimulai sejak adanya perdagangan oleh pdagana-pdagang Tiongkok ke Indonesia yan mnggunakan perahu. Hal ini secara perlahan mendorong berdirinya pemukiman-pemukiman orang Tionghoa di Indonesia. Para imigran Imigran Tionghoa yang berada di Indonesia, hampir semuanya berasa dari Provinsi Fukien dan Kwantung. Bahasa yang mereka gunakan ada 3, yaitu: bahasa Hokkian, Hakka dan Kanton. Ketiga bahasa ini berbeda satu sama lain.
Orang Hokkian adalah orang Tionghoa yang pertama kali bermukim di Indonesia dalam jumlah yang sangat besar dan mereka merupakan golongan yang terbesar diantara imigran-imigran yang lainnya. Orang Hokkian berasal dari Fukien Selatan, yaitu: suatu daerah yang sangat penting dalam perdagangan luar negeri Tiongkok. Mereka mahir dalam bidang perdagangan dan hal ini masih nampak jelas ketika mereka berada di Indonesia. Orang-orang Hokkian dan keturunannya yang sudah berasimilasi merupakan golongan bahasa Tionghoa yang terbesar di Indonesia Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur dan pantai barat Sumatra.
Disepanjang pantai Tiongkok yang berada di Provinsi Fukien juga terdapat golongan Teucio, mereka tinggal di pedalaman Swatow. Di Indonesia orang Teucio sebagian besar ada di Pulau Jawa. Mereka menyebar dari sepanjang pantai timur Sumatra, kepulauan Riau dan Kalimantan terutama di Pontianak Sacara traditional, mereka sangat pandai dalam pertanian. Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya orang Teucio juga mulai pandai berdagang.
Golongan bahasa Tionghoa yang lainnya adalah Hakka. Orang Hakka berasal dari pedalaman di Provinsi Kwantung. Alasan mereka berimigrasii ke Indonesia berbeda dengan golongan-golongan yang lain. Orang Hakka berimigrasi ke Indonesia karena desakkan ekonomi. Dibandingkan dengan yang lainnya, orang Hakka adalah orang Tionghoa yang paling melarat. Mula-mula mereka tertarik oleh daerah-daerahh di luar Jawa seperti tambang timah di Bangka dan tambang emas di Kalimantan Barat. Sejak akhir abad ke-19 banyak orang Hakka yang pindah ke Jawa Barat dan Jakarta.
Tetangga dari orang Hakka sebelah barat dan selatan Tiongkok aadalah orang Kanton yang berpusat di delta Sungai mutiara atau Suangai Barat. Seperti orang Hakka, orang Kanton juga terkenal sebagai pekerja tambang. Mereka banyak tertarik dengan pertambangan timah di Bangka. Sealai itu mereka juga ke Jawa. Di Jawa orang Kanton biasanya memiliki modal yang sangat besar. Mereka banyak berkencimpung dalam perdagangan yang berhubungan dengan pertukangan, seperti toko besi, toko mesin dan lain-lain. Orang Kanton ini banyak terdapat di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatra Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
PERANAN ETNIS TIONGHOA BAGI INDONESIA
Jumlah dari etnis Thionghoa di Indonesia adala 3% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Jadi etnis Thionghoa adalah etnis minoritas yang ada di Indonesia. Walapun demikian, orang Thionghoa memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan bangsa ini. Hal ini akan nampak jelas ika memperhatikan kondisi bidang ekonomi negar kita ini. Hampir 75% perekonmian bangsa ini dikendalikan oleh orang Thionghoa2. Banyak perusahaan-perusahaan besar di Negara ini adalah milik orang-orang Thionghoa. Bahkan hamper di setiap kota di Indonesia ini , sebagian besar took-toko adalah milik dari orang Thionghoa. Deangan hal seperti ini tentunnnnnya posisi orang Tionghoa menjadi sangat penting dan memiliki nilai tawar yang sangat tinggi.
Sumbangsih mereka tidak dalam bidang ekonomi saja. Dalam bidang olah raga orang Tionghoa juga memilki peranan ytang cukup besar. Nama Christian Hadinata, Susi Susaanti, Alan Budikusuma, Hendrawan dan Halim adalah orang-orang keturunan Thionghoa yang mngharumkan nama bangsa ini di dunia internasional dengan prestasi mereka dalam bidang bulutangkis. Selain itu, Angelik Wijaya adalah sala satu contoh juga orang keturunan yang memiliki psumbangsih mengharumkan nama bangsa ini.
Kalau kita menegok lagi sejarah bangsa ini, kita akan memperoleh bannyak sekali fakta yang menunjukkan bahwa orang Thionghoa di Indonesia ini memiliki peranan yang bear terhadap bangsa ini. Dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan, orang Thionghoa juga memiliki sumbangan yang sangat besar. Dalam persiapan kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno, ada lima orang keturunan Tionghoa yang uga ikut membantu.kelima orang tersebut adalah Liem Koem Hian, Oei Cong Hau, Tang Eng Hwa, Oei Thiang Tjoei dan dr. Yap Tjuan Bing3. Dalam revolusi tahun 1965, ada juga tokoh keturunan yang berjuang demi bangsa ini, dia adalah Soe Hok Gie. Selain itu di dalam reformasi tahun 1998, ada juga pahlawan reformasi yang seorang keturunan Thionghoa. Dia adalah Hendriawan Lesmana, yang memiliki nama asli dari keluarga Sie. Hal ini bia menunjukkan bahwa orang Thionghoa juga memiliki perana yang sangat besar dalam kelangungan perjalanan bangsa ini. Al ini juga menunukkan bawa oaring Thingoa juga masih mau ikut berpartisipasi dalam perjalan bangsa Indonesia ini.
Dalam hal kebudayaan, etnis Thionghoa memberikan corak dan warna tersendiri bagi seni dan kebudayaan bangsa ini. Kita seringkali mlihat pertunjukan Baronsai dalam perayaan-perayaan tertentu, hal ini merupakan kekayaan teresendiri bagi bangsa ini. Selain itu seni arsitektur yang ada juga diperkaya dengan arsitektur China. Jika kita beralan-jalan di perkampungan Lama di Semarang dan Lai-lai Kembang Chepun di Surabaya, maka kita akan menemukan nilai-nilai budaya Thionghoa yang sangat kental.
Dari beberapa uraian yang ada di atas, kita bias menjadi tahu bahwa orang Thionghoa yang notabene etnis minoritas memiliki peranan yang angat besar bagi banga Indonesia kita ini. Maka sangat lah disayangkan sekali kalu kita sebagai bangsa yang beraneka raga mini masuh memprmaalahkan perbedaan-perbedaan tersebut.
SIKAP BANGSA INDONESIA TERHADAP ETNIS THIONGHOA
Hubungan etnis Tionghoa denga orang-orang Indonesia sejak dulu memang agak kurang baik. Hal ini akan nampak sekali dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian orang Thionghoa memang memiliki pergaulan yang sangat ekslusif sehingga hubungan mereka dengan masyarakat di sekitarnya menjadi kurang baik. Keeksklusifan sebagian dari orang Thionghoa ini dikareakan oleh sikap bangsa penjajah yang memberikan posisi itimewa bagi orang Timur Asing, termasuk di dalamnya orang Thionghoa.
Dalam kehidupan sehari-hari kita jarang ekali menemukan kawin campur antara orang Thionghoa dengan orang Indonesia asli. Hal-hal seperti ini ternyata memiliki dampak yang kuarng baik terhadap keharmonian hubungn antara etnis Thionghoa dengan orang pribumi. Orang-orang pribumi merasa tidak nyaman dengan sikap yang dimiliki ole ebagian orang Thionghoa ini oleh karma itu, orang-orang Thionghoa seringkali dijadikan sasaran kemarahan para warga, seperti yang terjadi pada traaagedi Mei 1998. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dirasa masih banyak yang menyudutkan posisi orang-orang Thionghoa. Salah satunya adalah peraturan : Instruksi Presiden No.2/ 1980 dan keputusan presiden No. 13/ 1980 yaitu tentang proses naturalisasi kewarganegaraan orang Thiongoa di Indonesia4. Memang dalam peraturan, orang Thionghoa secara otomatis bias menjadi warga Negara Indonesia tanpa ada proses pengadilan. Tetapi dalam kenyataanya hal tersebut tidak terbukti, banyak orang Thionhoa yang sulit mendapatkan kewarganegaraanya ternasuk keturunan merka yang lahir di Indonesia ini. Hal ini dikarenakan banyak sekali para aparat pemerintah yang mempersulit mereka.
Selain itu orang-orang Indonesia memiliki ulukan tersendiri bagi orang-orang Thionghoa. Banyak dari julukan-ulukan tersebut berkonotaso negative, seperti sisipit dan singkek. Sing Kek itu sendiri berasal dari bahasa Mandari “ Xin Ke” yang berarti orang asing atau orang pndatang. Dari julukan-julukan ini kita menjadi tahu bahwa orang Indonesia masih setengah hati dalam menerima kehadiran orang Thionghoa.
Hal seperti ini sebenarnya adalah hal yang wajar, karena kita berada dalam negara yang memiliki beribu-ribu pulau dan hal ini tentunya mempengaruhi keanekaragaman kebudayaan dan kebiasaan. Hal seperti ini hendaknya menjadi suatu kekayaan yang sabngat berharga, bukan menjadi senjata yang membuat perpecahan.
Sikap bangsa Indonesia terhadap orang Thionghoa memang harus banyak diperbaiki. Selama ini orang-orang Thionghoa yang minoritas selalu mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan dari orang-orang pribumi. Tentunya hal ini harus kita perhatikan dengan serius, karena jika hal ini terus kita biarkan maka bangsa akan menemui masala yang besar. Oleh sebab itu, maka kita harus memperhatikan hal ini dengan serius.
ETNIS THIONGHOA DAN KERUSUHAN 12-15 MEI 1998.
Pada masa keruntuhan rezim Orde Baru, bangsa ini mendapat ujian yang sangat berat. Pada akhir tahun 1997 dan awal 1998 terjadi aksi demonstrasi besar-besaran untuk menjatuhkan pemrintahan Soeharto yang dianggap sudah tidak lagi berpihak pada rakyat kecil. Banyak sekali terjadi kecurangan, sehingga masyarakat menuntut suatu pembaharuan. Tetapi sangat disayangkan sekali peristiwa ini dinodai dengan peristiwa kerusuan yang terjadi di bulan mei. Tepatnya pada tanggal 12-15 Mei 1998. Pada tiga hari tersebut terjadi kerusuhan yang sangat besar dan sasaran dari kerusuhan tersebut adalah orang-orang Thionghoa. Hal ini terjadi di beberapa daerah. Peristiwa terbesar terjadi di Jakarta, selanjutnya hal yang sama juga terjadi di kota Solo, selain itu uga terjadi di kota Semarang dan Surabaya.
Banyak toko yang dimiliki oleh orang Thionghoa yang dirusak, dipecahkan kaca-kacanya dan bahkan ada yang dibakar. Kejadian yang paling parah terjadi di Jakarta. Banyak took dan pusat perbelanjaan yang dijarah barang dagangannya dan kemudian toko-toko terebut dibakar, tanpa memperdulikan apakah di tempat tersebut ada orangnya apa tidak. Sebenarnya yang menjadi korban dalam peristiwa ini bukan hanya orang-orang Tionghoa saja. Banyak orang-orang pribumi yang ikut terbakar karena edang berada di ttttoko dan pusat perbelanjaan yang terbakar.
Selain pembakaran dan penjarahan yang terjadi, ada uga isu yang sangat mencengangkan, yaitu isu pemerkosaan gadis-gadis Thionghoa. Dari hasil penelitian yangdilakukan oleh para relawan hamper 90% dari korban pemerkosaan adalah etnis Thionghoa. Hal ini tentunya membuat orang Tionghoa yang berada di Indonesia menjadi takut dan was-was. Banyak dari mereka yang bersembunnyi. Banyak juga yang berusaha mengamankan diri ke China. Mnurut laporanyang ada , 110.000 warga negara Indonesia keturunan Thionghoa meninggalkan negeri ini . Mereka juga membawa modal mreka kira-kira berumlah antara $ 30 sampai $ 100 miliar.
Peristiwa ini tentunya menjadi peristiwa yang sangat memalukan bagi bangsa Indonesia. Karena peristiwa inilah bangsa Indonesia mendapat kecaman yang angat keras dari berbagai negaara. Peristwa ketragisan orang-orang Thionghoa ini tidak berakhir sampai di sini. Di tempat mereka mengungsi yaitu di daerah China, banyak sekali masalah yang muncul. Mulai dari bahasa yang digunakan, perbedaan iklim , dan orang-orang yang tidak dikenal.
Kerusuhan yang terjadi pada bulan mei tahun 1998 trnyata membawa luka tersendiri bagi orang-orang Thionghoa.kerusuhan ini membuat sebagian dari mereka kehilangan apa yang mereka miliki. Dan hal yang paling membekas adalah keilangan keperawanan. Gadi-gadis Thionghoa merasa tidak nyaman lagi berada di Indoneia, karena mereka takut dengan isu yang teru berkembang tentang pemerkosaan tersebut.
Sebenarnya tentang peristiwa pemerkosaan ini belum bisa dibuktikan dengan pasti, hal ini dikarenakan saksi-saksi dan korban yang ada tidak mau berbicara dan melaporkannya ke kepoliian. Mereka takut dan rasa kepercayaan mereka pada polisi sudah tidak ada. Hal ini terjadi karena polisi dirasa tidak bisa melindungi mereka .Dari kenyataan yang ada ternyata banyak juga gadis Thionoa yang diselamatkan ole kaum pribumi sendiri. Gadis-gadis itu diselamatkan ole tukang ojek dan para pelayan warung tegal.
Semua kerusuhan yang terjadi di Jakarta, Solo, Semarang dan Surabaya merupakan wujud ketidak puasan dari penduduk Indonesia yang cemburu dengan keberhasilan orang Thionghoa dibidang ekonomi. Selain itu, sikap eksklusif yang dimiliki oleh sebagian orang Thionghoa membuat masyarakat di sekitarnya menjadi merasa dileecehkan, oleh sebab itu, mereka beruaha untuk melampiaskan kekecewaanya tersebut dengan melakukan kekerasan, pengrusakan, penjarahan dan pemerkosaan.
Kalau kita kaji lebih lanjut, hal ini ternyata juga sudah terjadi pada tahun-tahhun sebelumnya. Banyak fenomna yang menunjukkan kekecewaan orang pribumi pada etnis Tionghoa. Misalnnya saja dengan sebutan atau julukan yang diberikan orang-orang pribumi untuk orang Thionghoa, yaitu Sing Kek. Kekecewaan-kekecewaan ini akhirnya memuncak pada tragedy Mei 1998. masyarakat seolah diberi keempatan untuk melakukan dan melampiaskan kekecewaannya yang telah terpendan selama beberapa tahun.
Dari sisi ini, orang-orang Thionghoa menjadi korban pelampiasan kkcewaan dan kebengisaan bebrapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Tetapi ternyata hal ini telah tergeneralisir, sehingga timbul masalah besar yaitu aantara masyarakat dan orang Thionghoa. Di dalam hal ini, orang Thionghoa yang minoritas berperan ebagai korban yang menerima perlakuan dari subjek, yaitu orang-orang pribumi.
MENATAP MASA DEPAN BERSAMA.
Di tengah memuncaknya tuntutan reformasi terhadap berbagai segi keidupan social politi kita, terjadi peristiwa-peritwa yang angat mengerikan. Hal ini yang kita kenal dengan kerusuhan Mei 1998. tidak perlu kita rinci lagi satu persatu periiwa yang telah terjadi , sebab selain banyak sekali juga telah banyak dimuat ddi media massa. Lagi pula kita tidak mau mmperparah lagi kepiluan aati kita dan perasaan terkoyak iwa kita ole berbagai tingkah laku bengisdan biadap yang tiada taranya itu.
Tidak cukup rasanya kita menyesalkan kejadian itu. Tidak mempan rasanya seruan kepada semuanya yang terlibat untuk bertobat. Semua bentuk penyesalan dan seruan bertobat telah diserukan dengan lantang oleh berbagai pihak yang memiliki hati nurani. Namun masih tersisa perasaan kuathir yang amat kuat, apakah peristiwa keji dan terkutuk tersebut tidak akan terjadi lagi.
Jaminan apakah kiranya bencana kerohanian , kejiwaan, dan kebendaan yangmenghancur luluhkan martabat kemanuiaan kita itu tidak akan terulang lagi paada masa yang akan datang5. Di tengah memuncaknya geolak dasyat yang memalukan itu, terbersit kata “ kapankah kita akan damai dan aman?”
Memang kita arus mengintropeksi diri kita masing-masing. Apakah kita sudah berada dalam jalur yang benar? Apaka kita sudah menghargai orang lain?aapakah kita suda melakukan kewajiban kita sebagai warga Negara Inddoneeia yang beraneka suku? Jika setiap kali kita mau bertindak kita mengingat akan pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dalam bertindak pun kita akan berhati-hati.
Untuk penyelesaian konflik antara orang pribumi dan etnis Thionghoa ini dibutukan keadaran dari maing-masing pihak. Oarng pribumi harus menganggap orang Tionghoa sebagai warga Negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan mereka. Orang-oraang pribumi harus menghargai dan memperhatikan hak-hak mereka. Dalam hal ini ternyata pada tahun-tahhun terakhir orang Tionghoa udaah mendapatkan perkatian dan ak mereka, misalnnya aja mereka udah dengan bebas dapat merayakan hari raya Imlek, dan hari raya ini sudah ditetapkan menjadi hari libur national. Mayarakat pun sudah bisa mnerima kebudayaan yang mereka miliki. Hal ini terbukti dengan antusiasme mayarakat terhadap pesta barongsai yang dielenggarakan di pusat-puat perbelanjaan ketika terjadi perayaan hari raya Imlek.
Hal ini tentunya satu langka awal yang angat baik. Dan patut untuk kita lanjutkan. Kehidupan yang saling menghargai, satu sama lain. Setelah tadi masyarakat sudah bisa menerima keberadaan orang Thionghoa, maka orang Thionghoa juga haru memiliki repon yang baik juga. Mereka arus mmenuhi kewajiban mereka ebagai warga Negara Indonesia dan sebagai anggota mayarakat. Di dalam berbangsa dan bernegara mereka haru turut dalam uaha pembelaan Negara. Walaupun mereka berdarah Cina tetapi Negara mereka adalah Indoneia. Jadi mereka harus tetap mementingkan kepentingan banga ini dari pada kepentingan banga yang lainnya.
Dalam kehiddupan bermasyarakat, hendaknnya orang Thionghoa tidak eksklusif, mereka aru bisa beradaptasi dan mengikuti pola yang ada dalam masyarakat di mana mereka tinggal. Jika hal ini tidak dilakukan dan mereka tetap ekkluif, maka kedamaian tidak akan terjadi di masa yang akan datang. Oleh sebab itu oarng Tionghoa haru egera berasimilai dengan masyarakat dan budaya yang ada, tanpa haru menghilangkan kebudayaan nenek moyang mereka.
Jika hal ini bisa telaksana dengan baik, maka maa depan bangsa ini akan cerah. Jika teradi keharmonian yang erasi antara pribumi dan orang Thionghoa maka bangsa ini akan maju. Kelebian-kelebihan yang dimiliki oleh orang Thionghoa akan bia membawa bangsa ini kearah kemajuan yang lebih baik, tentunya denganbekerjaama dengan orang-orang pribumi juga.Hubungan yang harmonis harus tetap dijaga dan dilestariakn agar kedamain akan tetap melingkupi anak cucu kita di masa yang akan datang.
Konfik dan kericuhan yang terjadi pada bulan mei 1998, merupakan peristiwa yang sangat biadab dan tidak perlu terjadi lagi di Negara kita ini. Hal itu adalah pengalaman pahit bagi bangsa ini. Etnis thionghoa yang pada saat tersebut menjadi korban memangsangat menderita. Took-toko mereka di jarah, dirusak dan bakan dibakar, tentunya hal ini menybabkan mereka mengalami kerugian yang sangat besar, baik material maupu piritual. Peristiwa yang paling menggemparkan dan membuat orangThionghoa menjadi tidak aman adalah pemerkoaan gadis-gadis Thionghoaa. Peristwa ini membuat orang Thionghoa menjadi ketakutan dan banyak yang meenyelamatkan dirri ke luar negeri untuk mendapatkan perlindungan.
Konflik ini terjadi karena kecemburuan oial dan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Tentunya hal seperti ini tidak akan terjadi jika atu sama lain itu saling menghargai. Untuk menyelsaikan konflik ini, maka pemrintah juga uda melakukan beberapa perubaan dalam bidang kebijakan yang dulunya angat menyudutkan poi orang Thionghoa, misalnya saja tentang status kewarga negaraan. Selain itu hari raya Imlek, yaitu hari tahun bari China uda ditetapkan menjadi hari libur nasional dan diakui ebagai hari besar.
Untuk mencapai Indoneia yang maju perlu ada kerjasama dari berbagai pihak. Bikan hanya dari pemerintah saja atau orang-orang Thionghoa saja atau orang-orang pribumi saja, tetapi butuh kerjasama dari semua pihak yang terkait jika ada kerjasama dan rasa saling menghargai, maka bangsa ini akan damai dan harmonis.
Hubungan etnis Tionghoa denga orang-orang Indonesia sejak dulu memang agak kurang baik. Hal ini akan nampak sekali dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian orang Thionghoa memang memiliki pergaulan yang sangat ekslusif sehingga hubungan mereka dengan masyarakat di sekitarnya menjadi kurang baik. Keeksklusifan sebagian dari orang Thionghoa ini dikareakan oleh sikap bangsa penjajah yang memberikan posisi itimewa bagi orang Timur Asing, termasuk di dalamnya orang Thionghoa.
Dalam kehidupan sehari-hari kita jarang ekali menemukan kawin campur antara orang Thionghoa dengan orang Indonesia asli. Hal-hal seperti ini ternyata memiliki dampak yang kuarng baik terhadap keharmonian hubungn antara etnis Thionghoa dengan orang pribumi. Orang-orang pribumi merasa tidak nyaman dengan sikap yang dimiliki ole ebagian orang Thionghoa ini oleh karma itu, orang-orang Thionghoa seringkali dijadikan sasaran kemarahan para warga, seperti yang terjadi pada traaagedi Mei 1998. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dirasa masih banyak yang menyudutkan posisi orang-orang Thionghoa. Salah satunya adalah peraturan : Instruksi Presiden No.2/ 1980 dan keputusan presiden No. 13/ 1980 yaitu tentang proses naturalisasi kewarganegaraan orang Thiongoa di Indonesia4. Memang dalam peraturan, orang Thionghoa secara otomatis bias menjadi warga Negara Indonesia tanpa ada proses pengadilan. Tetapi dalam kenyataanya hal tersebut tidak terbukti, banyak orang Thionhoa yang sulit mendapatkan kewarganegaraanya ternasuk keturunan merka yang lahir di Indonesia ini. Hal ini dikarenakan banyak sekali para aparat pemerintah yang mempersulit mereka.
Selain itu orang-orang Indonesia memiliki ulukan tersendiri bagi orang-orang Thionghoa. Banyak dari julukan-ulukan tersebut berkonotaso negative, seperti sisipit dan singkek. Sing Kek itu sendiri berasal dari bahasa Mandari “ Xin Ke” yang berarti orang asing atau orang pndatang. Dari julukan-julukan ini kita menjadi tahu bahwa orang Indonesia masih setengah hati dalam menerima kehadiran orang Thionghoa.
Hal seperti ini sebenarnya adalah hal yang wajar, karena kita berada dalam negara yang memiliki beribu-ribu pulau dan hal ini tentunya mempengaruhi keanekaragaman kebudayaan dan kebiasaan. Hal seperti ini hendaknya menjadi suatu kekayaan yang sabngat berharga, bukan menjadi senjata yang membuat perpecahan.
Sikap bangsa Indonesia terhadap orang Thionghoa memang harus banyak diperbaiki. Selama ini orang-orang Thionghoa yang minoritas selalu mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan dari orang-orang pribumi. Tentunya hal ini harus kita perhatikan dengan serius, karena jika hal ini terus kita biarkan maka bangsa akan menemui masala yang besar. Oleh sebab itu, maka kita harus memperhatikan hal ini dengan serius.
ETNIS THIONGHOA DAN KERUSUHAN 12-15 MEI 1998.
Pada masa keruntuhan rezim Orde Baru, bangsa ini mendapat ujian yang sangat berat. Pada akhir tahun 1997 dan awal 1998 terjadi aksi demonstrasi besar-besaran untuk menjatuhkan pemrintahan Soeharto yang dianggap sudah tidak lagi berpihak pada rakyat kecil. Banyak sekali terjadi kecurangan, sehingga masyarakat menuntut suatu pembaharuan. Tetapi sangat disayangkan sekali peristiwa ini dinodai dengan peristiwa kerusuan yang terjadi di bulan mei. Tepatnya pada tanggal 12-15 Mei 1998. Pada tiga hari tersebut terjadi kerusuhan yang sangat besar dan sasaran dari kerusuhan tersebut adalah orang-orang Thionghoa. Hal ini terjadi di beberapa daerah. Peristiwa terbesar terjadi di Jakarta, selanjutnya hal yang sama juga terjadi di kota Solo, selain itu uga terjadi di kota Semarang dan Surabaya.
Banyak toko yang dimiliki oleh orang Thionghoa yang dirusak, dipecahkan kaca-kacanya dan bahkan ada yang dibakar. Kejadian yang paling parah terjadi di Jakarta. Banyak took dan pusat perbelanjaan yang dijarah barang dagangannya dan kemudian toko-toko terebut dibakar, tanpa memperdulikan apakah di tempat tersebut ada orangnya apa tidak. Sebenarnya yang menjadi korban dalam peristiwa ini bukan hanya orang-orang Tionghoa saja. Banyak orang-orang pribumi yang ikut terbakar karena edang berada di ttttoko dan pusat perbelanjaan yang terbakar.
Selain pembakaran dan penjarahan yang terjadi, ada uga isu yang sangat mencengangkan, yaitu isu pemerkosaan gadis-gadis Thionghoa. Dari hasil penelitian yangdilakukan oleh para relawan hamper 90% dari korban pemerkosaan adalah etnis Thionghoa. Hal ini tentunya membuat orang Tionghoa yang berada di Indonesia menjadi takut dan was-was. Banyak dari mereka yang bersembunnyi. Banyak juga yang berusaha mengamankan diri ke China. Mnurut laporanyang ada , 110.000 warga negara Indonesia keturunan Thionghoa meninggalkan negeri ini . Mereka juga membawa modal mreka kira-kira berumlah antara $ 30 sampai $ 100 miliar.
Peristiwa ini tentunya menjadi peristiwa yang sangat memalukan bagi bangsa Indonesia. Karena peristiwa inilah bangsa Indonesia mendapat kecaman yang angat keras dari berbagai negaara. Peristwa ketragisan orang-orang Thionghoa ini tidak berakhir sampai di sini. Di tempat mereka mengungsi yaitu di daerah China, banyak sekali masalah yang muncul. Mulai dari bahasa yang digunakan, perbedaan iklim , dan orang-orang yang tidak dikenal.
Kerusuhan yang terjadi pada bulan mei tahun 1998 trnyata membawa luka tersendiri bagi orang-orang Thionghoa.kerusuhan ini membuat sebagian dari mereka kehilangan apa yang mereka miliki. Dan hal yang paling membekas adalah keilangan keperawanan. Gadi-gadis Thionghoa merasa tidak nyaman lagi berada di Indoneia, karena mereka takut dengan isu yang teru berkembang tentang pemerkosaan tersebut.
Sebenarnya tentang peristiwa pemerkosaan ini belum bisa dibuktikan dengan pasti, hal ini dikarenakan saksi-saksi dan korban yang ada tidak mau berbicara dan melaporkannya ke kepoliian. Mereka takut dan rasa kepercayaan mereka pada polisi sudah tidak ada. Hal ini terjadi karena polisi dirasa tidak bisa melindungi mereka .Dari kenyataan yang ada ternyata banyak juga gadis Thionoa yang diselamatkan ole kaum pribumi sendiri. Gadis-gadis itu diselamatkan ole tukang ojek dan para pelayan warung tegal.
Semua kerusuhan yang terjadi di Jakarta, Solo, Semarang dan Surabaya merupakan wujud ketidak puasan dari penduduk Indonesia yang cemburu dengan keberhasilan orang Thionghoa dibidang ekonomi. Selain itu, sikap eksklusif yang dimiliki oleh sebagian orang Thionghoa membuat masyarakat di sekitarnya menjadi merasa dileecehkan, oleh sebab itu, mereka beruaha untuk melampiaskan kekecewaanya tersebut dengan melakukan kekerasan, pengrusakan, penjarahan dan pemerkosaan.
Kalau kita kaji lebih lanjut, hal ini ternyata juga sudah terjadi pada tahun-tahhun sebelumnya. Banyak fenomna yang menunjukkan kekecewaan orang pribumi pada etnis Tionghoa. Misalnnya saja dengan sebutan atau julukan yang diberikan orang-orang pribumi untuk orang Thionghoa, yaitu Sing Kek. Kekecewaan-kekecewaan ini akhirnya memuncak pada tragedy Mei 1998. masyarakat seolah diberi keempatan untuk melakukan dan melampiaskan kekecewaannya yang telah terpendan selama beberapa tahun.
Dari sisi ini, orang-orang Thionghoa menjadi korban pelampiasan kkcewaan dan kebengisaan bebrapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Tetapi ternyata hal ini telah tergeneralisir, sehingga timbul masalah besar yaitu aantara masyarakat dan orang Thionghoa. Di dalam hal ini, orang Thionghoa yang minoritas berperan ebagai korban yang menerima perlakuan dari subjek, yaitu orang-orang pribumi.
MENATAP MASA DEPAN BERSAMA.
Di tengah memuncaknya tuntutan reformasi terhadap berbagai segi keidupan social politi kita, terjadi peristiwa-peritwa yang angat mengerikan. Hal ini yang kita kenal dengan kerusuhan Mei 1998. tidak perlu kita rinci lagi satu persatu periiwa yang telah terjadi , sebab selain banyak sekali juga telah banyak dimuat ddi media massa. Lagi pula kita tidak mau mmperparah lagi kepiluan aati kita dan perasaan terkoyak iwa kita ole berbagai tingkah laku bengisdan biadap yang tiada taranya itu.
Tidak cukup rasanya kita menyesalkan kejadian itu. Tidak mempan rasanya seruan kepada semuanya yang terlibat untuk bertobat. Semua bentuk penyesalan dan seruan bertobat telah diserukan dengan lantang oleh berbagai pihak yang memiliki hati nurani. Namun masih tersisa perasaan kuathir yang amat kuat, apakah peristiwa keji dan terkutuk tersebut tidak akan terjadi lagi.
Jaminan apakah kiranya bencana kerohanian , kejiwaan, dan kebendaan yangmenghancur luluhkan martabat kemanuiaan kita itu tidak akan terulang lagi paada masa yang akan datang5. Di tengah memuncaknya geolak dasyat yang memalukan itu, terbersit kata “ kapankah kita akan damai dan aman?”
Memang kita arus mengintropeksi diri kita masing-masing. Apakah kita sudah berada dalam jalur yang benar? Apaka kita sudah menghargai orang lain?aapakah kita suda melakukan kewajiban kita sebagai warga Negara Inddoneeia yang beraneka suku? Jika setiap kali kita mau bertindak kita mengingat akan pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dalam bertindak pun kita akan berhati-hati.
Untuk penyelesaian konflik antara orang pribumi dan etnis Thionghoa ini dibutukan keadaran dari maing-masing pihak. Oarng pribumi harus menganggap orang Tionghoa sebagai warga Negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan mereka. Orang-oraang pribumi harus menghargai dan memperhatikan hak-hak mereka. Dalam hal ini ternyata pada tahun-tahhun terakhir orang Tionghoa udaah mendapatkan perkatian dan ak mereka, misalnnya aja mereka udah dengan bebas dapat merayakan hari raya Imlek, dan hari raya ini sudah ditetapkan menjadi hari libur national. Mayarakat pun sudah bisa mnerima kebudayaan yang mereka miliki. Hal ini terbukti dengan antusiasme mayarakat terhadap pesta barongsai yang dielenggarakan di pusat-puat perbelanjaan ketika terjadi perayaan hari raya Imlek.
Hal ini tentunya satu langka awal yang angat baik. Dan patut untuk kita lanjutkan. Kehidupan yang saling menghargai, satu sama lain. Setelah tadi masyarakat sudah bisa menerima keberadaan orang Thionghoa, maka orang Thionghoa juga haru memiliki repon yang baik juga. Mereka arus mmenuhi kewajiban mereka ebagai warga Negara Indonesia dan sebagai anggota mayarakat. Di dalam berbangsa dan bernegara mereka haru turut dalam uaha pembelaan Negara. Walaupun mereka berdarah Cina tetapi Negara mereka adalah Indoneia. Jadi mereka harus tetap mementingkan kepentingan banga ini dari pada kepentingan banga yang lainnya.
Dalam kehiddupan bermasyarakat, hendaknnya orang Thionghoa tidak eksklusif, mereka aru bisa beradaptasi dan mengikuti pola yang ada dalam masyarakat di mana mereka tinggal. Jika hal ini tidak dilakukan dan mereka tetap ekkluif, maka kedamaian tidak akan terjadi di masa yang akan datang. Oleh sebab itu oarng Tionghoa haru egera berasimilai dengan masyarakat dan budaya yang ada, tanpa haru menghilangkan kebudayaan nenek moyang mereka.
Jika hal ini bisa telaksana dengan baik, maka maa depan bangsa ini akan cerah. Jika teradi keharmonian yang erasi antara pribumi dan orang Thionghoa maka bangsa ini akan maju. Kelebian-kelebihan yang dimiliki oleh orang Thionghoa akan bia membawa bangsa ini kearah kemajuan yang lebih baik, tentunya denganbekerjaama dengan orang-orang pribumi juga.Hubungan yang harmonis harus tetap dijaga dan dilestariakn agar kedamain akan tetap melingkupi anak cucu kita di masa yang akan datang.
Konfik dan kericuhan yang terjadi pada bulan mei 1998, merupakan peristiwa yang sangat biadab dan tidak perlu terjadi lagi di Negara kita ini. Hal itu adalah pengalaman pahit bagi bangsa ini. Etnis thionghoa yang pada saat tersebut menjadi korban memangsangat menderita. Took-toko mereka di jarah, dirusak dan bakan dibakar, tentunya hal ini menybabkan mereka mengalami kerugian yang sangat besar, baik material maupu piritual. Peristiwa yang paling menggemparkan dan membuat orangThionghoa menjadi tidak aman adalah pemerkoaan gadis-gadis Thionghoaa. Peristwa ini membuat orang Thionghoa menjadi ketakutan dan banyak yang meenyelamatkan dirri ke luar negeri untuk mendapatkan perlindungan.
Konflik ini terjadi karena kecemburuan oial dan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Tentunya hal seperti ini tidak akan terjadi jika atu sama lain itu saling menghargai. Untuk menyelsaikan konflik ini, maka pemrintah juga uda melakukan beberapa perubaan dalam bidang kebijakan yang dulunya angat menyudutkan poi orang Thionghoa, misalnya saja tentang status kewarga negaraan. Selain itu hari raya Imlek, yaitu hari tahun bari China uda ditetapkan menjadi hari libur nasional dan diakui ebagai hari besar.
Untuk mencapai Indoneia yang maju perlu ada kerjasama dari berbagai pihak. Bikan hanya dari pemerintah saja atau orang-orang Thionghoa saja atau orang-orang pribumi saja, tetapi butuh kerjasama dari semua pihak yang terkait jika ada kerjasama dan rasa saling menghargai, maka bangsa ini akan damai dan harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian Hamzah.1998. Kapok Jadi Non Pribumi; Warga Tionghoa Mencari Keadilan. Bandung: Zaman Wacana Mulia.
Anjarwati. N. 2004. Komunita Tionghoa Di Surabaya. Semarang: Mesiass
Leo uryoDinoto. 1999.Etni Thionghoa Dan Pembangunan Bangsa. Jakarta : LP3E.
Leo urydinoto.1994. Politik Thionghoa Peranakan Di Jawa Jkarta: Pustka Sinar Harapan.
Twak Pek Yang. 1998. The Chinese Business Elite in Indoneesia and Transition to Independence.Kualaumpur: Oxfor University Press.
1 Koentjaraningrat,(1987), Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Jakarta: Djambatan, edisi k-11
2 Straits Times., 13 Maret 1998.
3 Twak Pek Yang. 1998. The Chinese Business Elite in Indoneesia and Transition to Independence.Kualaumpur: Oxfor University Press. Hlm 254-316.
4 www.geeogle.com
5 Alfian Hamzah.1998. Kapok Jadi Non Pribumi; Warga Tionghoa Mencaru Keadilan. Bandung: Zaman Wacana Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar